TEORI HUKUM MURNI
(HANS KELSEN,1881-1973)
Dirangkum Oleh :
IDA SUGIARTI
NPM : 20040009001 – 00844
Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Teori berasal dari bahasa latin, theoria (perenungan), dan berasal dari bahasa yunani, thea (cara atau hasil pandang). Teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide manusia (realitas in abstracto), dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman (= alam yg tersimak bersaranakan indera manusia= realitas in concreto). Sedangkan teori hukum, menurut JJH.Bruggink pada hakikatnya merupakan suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. Arief Sidharta memberikan definisi serupa, menurutnya teori hukum adalah disiplin hukum yang secara kritis dan perspektif interdisipliner menganalisis berbagai aspek dari gejala hukum baik secara tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun pengejawantahan praktisnya, dengan tujuan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan yang lebih jernih tentang bahan yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan kemasyarakatan. Teori hukum yang dipelajari adalah teori hukum alam dan teori hukum positif.
Positivisme merupakan salah satu aliran yang telah mendominasi pemikiran dan konsepsi-konsepsi hukum di berbagai negara sejak abad XIX. Penganut paham ini akan senantiasa menggunakan parameter hukum positif, bahkan cenderung mengagung-agungkan hukum positif untuk melakukan penilaian terhadap suatu masalah dengan mekanisme hirarki perundang-undangan. Dengan penggunaan aliran ini dimana penegakkannya mengandalkan sanksi bagi siapa yang tidak taat, para pengikutnya berharap (bahkan telah memitoskan) akan tercapai kepastian dan ketertiban serta mempertegas wujud hukum dalam masyarakat. Aliran ini mendekonstruksi konsep-konsep hukum aliran Hukum Alam, dari konsepnya yg semula metafisik (hukum sebagai ius atau asas-asas keadilan yg abstrak) ke konsepnya yang lebih positif (hukum sebagai lege atau aturan perundang-undangan), oleh sebab itu harus dirumuskan secara jelas dan pasti. Terdapat tiga aliran hukum positif, yaitu :Positivisme Hukum Analitis, Positivisme Pragmatis dan Teori Hukum Murni. Pembahasan makalah ini tentang Teori Hukum Murni.
Hans Kelsen (Reine Recthslehre: I), menyatakan ada dua hal yang penting bagi seseorang yang mempelajari Teori Hukum : pertama untuk memahami unsur-unsur penting dari teori hukum (teori hukum murni), kedua untuk merumuskan teori tersebut agar dapat mencakup masalah-masalah dan institusi-institusi hukum terutama berkaitan dengan tradisi dan suasana hukum sipil, anglo saxon. Teori hukum umum menurut Kelsen adalah berguna untuk menerangkan hukum positif sebagai bagian dari suatu masyarakat tertentu. Jadi teori ini berusaha untuk menerangkan secara ilmiah tentang tata hukum tertentu yang menggambarkan komunitas hukum terkait (misalnya: hukum Perancis, hukum Amerika dll). Ini berarti teori hukum umum bekerja secara analisis komparatf dari sejumlah hukum positif yang berbeda-beda. Kajian utama dari teori hukum umum adalah norma-norma hukum, unsur-unsur hukum (norma tersebut), interrelasinya (hubungan antara berbagai tata hukum), tata hukum sebagai satu kesatuan, strukturnya termasuk hukum dalam pluralitas tata hukum positif.
Disebut teori hukum murni karena teori ini tidak boleh dicemari oleh motif-motif yang menggambarkan keinginan atau kepentingan baik individu atau kelompok dari sipembentuk undang-undang. Jadi titik beratnya adalah substansi serta analisis struktur hukum positif, bukan kepada kondidisi-kondisi atau penilaian moral atau politik menyangkut tujuannya.
Kedua hal tersebut di atas di latar belakangi oleh dua hal yang menjadi pertimbangan entitas (realita),yaitu:
1. Antara hukum disatu pihak yang dipandang hanya sebagai norma (rechts als norm) dan hukum hukum sebagai kenyataan (rechts als feit) dengan masing-masing metode pendekatan juridische dogmatisch disatu pihak berhadapan dengan metode jurisdische histories in ruime zjin di lain pihak ;
2. Hukum bersifat non analytical dan hukum bersifat analytical.
Pendapat di atas dikemukakan tentunya dengan beberapa alasan yang menjadi dasar pertimbangan timbulnya istilah tersebut. Pendapat pertama memiliki latar belakang yang diawali adanya suatu pemikiran atau asumsi bahwa hukum adalah bersifat imperatif (pandangan yang bersifat dogmatis) dengan pendapat lain, hukum bersifat fakultatif. Berangkat dari hal tersebut, maka teori hukum terbagi atas:
1. Seperangkat gagasan tentang bagaimana seharusnya kehidupan masyarakat atau gagasan bagaimana seharusnya suatu bangunan hukum dalam masyarakat. Jadi teori ini berkaitan dengan substantif dari suatu hukum yaitu lebih menekankan kepada kajian hukum normatif. Para ahli hukum menyatakan teori hukum ini disebut teori hukum tradisional.
2. Seperangkat gagasan tentang bagaimana kenyataan hukum/perilaku kehidupan masyarakat atau bagaimana hukum dalam kaitannya dengan interaksi masyarakat. Jadi teori ini berkaitan dengan kenyataan hukum dalam bentuk perilaku, sikap, pendapat, atau dengan kata lain yuridis empiris. Teori hukum ini disebut teori hukum modern.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana Teori Hukum Murni Hans Kelsen?
2. Sejauh mana Teori Hukum Murni memandang hukum sebagai suatu sistem norma?
C. METODOLOGI PENULISAN
Penulisan ini terdiri dari tiga bab. Bab I, Pendahuluan berisi latar belakang masalah Teori Hukum Murni, Identifikasi masalah dan metodologi penulisan. Bab II, Pembahasan, berisi tinjauan pustaka tentang sekilas mengenal Hans Kelsen, Ajaran Hans Kelsen, Hukum sebagai Sistem Norma, dan Nilai Normatif Hukum. Bab III, Penutup, terdiri dari simpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI HUKUM MURNI
A. SEKILAS TENTANG HANS KELSEN
Teori Hukum Murni (The Pure Theory of Law) diperkenalkan oleh seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria yaitu Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen lahir di Praha pada 11 Oktober 1881. Keluarganya yang merupakan kelas menengah Yahudi pindah ke Vienna. Pada 1906, Kelsen mendapatkan gelar doktornya pada bidang hukum.
Kelsen memulai karirnya sebagai seorang teoritisi hukum pada awal abad ke-20. Oleh Kelsen, filosofi hukum yang ada pada waktu itu dikatakan telah terkontaminasi oleh ideologi politik dan moralitas di satu sisi, dan telah mengalami reduksi karena ilmu pengetahuan di sisi yang lain. Kelsen menemukan bahwa dua pereduksi ini telah melemahkan hukum. Oleh karenanya, Kelsen mengusulkan sebuah bentuk kemurnian teori hukum yang berupaya untuk menjauhkan bentuk-bentuk reduksi atas hukum.
Hans Kelsen meninggal dunia pada 19 April 1973 di Berkeley. Kelsen meninggalkan hampir 400 karya, dan beberapa dari bukunya telah diterjemahkan dalam 24 bahasa. Pengaruh Kelsen tidak hanya dalam bidang hukum melalui The Pure Theory of Law, tetapi juga dalam positivisme hukum kritis, filsafat hukum, sosiologi, teori politik dan kritik ideologi. Hans Kelsen telah menjadi referensi penting dalam dunia pemikiran hukum. Dalam hukum internasional misalnya, Kelsen menerbitkan Principles of International Law. Karya tersebut merupakan studi sistematik dari aspek-aspek terpenting dari hukum internasional termasuk kemungkinan adanya pelanggaran atasnya, sanksi-sanksi yang diberikan, retaliasi, spektrum validitas dan fungsi esensial dari hukum internasional, pembuatan dan aplikasinya.
B. AJARAN HANS KELSEN
Kelsen menemukan bahwa filosofi hukum yang ada pada waktu itu telah terkontaminasi oleh ideologi politik dan moralitas di satu sisi, dan telah mengalami reduksi karena ilmu pengetahuan di sisi yang lain, dua pereduksi ini telah melemahkan hukum. Oleh karenanya, Kelsen mengusulkan sebuah bentuk kemurnian teori hukum yang berupaya untuk menjauhkan bentuk-bentuk reduksi atas hukum.Yurisprudensi ini dikarakterisasikan sebagai kajian kepada hukum, sebagai satu objek yang berdiri sendiri, sehingga kemurnian menjadi prinsip-prinsip metodolgikal dasar dari filsafatnya. Perlu dicatat bahwa paham anti-reduksionisme ini bukan hanya merupakan metodoligi melainkan juga substansi. Kelsen meyakini bahwa jika hukum dipertimbangkan sebagai sebuah praktek normatif, maka metodologi yang reduksionis semestinya harus dihilangkan. Akan tetapi, pendekatan ini tidak hanya sebatas permasalahan metodologi saja.
Ajaran dari Hans Kelsen ini menimbulkan reaksi terhadap mazhab-mazhab hukum lain yang telah memperluas batas-batas Ilmu Pengetahuan hukum. Ajarannya didasarkan pada konsepsi Immanuel Kant, yang memisahkan secara tajam antara pengertian hukum sebagai Sollen, dan pengertian hukum sebagai Sien. Oleh karena itu ajaran dari Hans Kelsen disebut sebagai Neo Kantiaan.
Hans Kelsen ingin memurnikan hukum dari unsur-usnur pikiran yang filosofis-metafisis, dan ingin memusatkan perhatianya pada teori hukum yang abstrak dengan maksud untuk memperoleh Ilmu pengetahuan hukum yang murni. Ia tidak sependapat dengan definisi hukum yang diartikan sebagai perintah. Karena itu ajarannya dianggap reaksi terhadap mazhab-mazhab lain.
Menurut Kelsen, hukum tidak menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi menentukan peraturan-peraturan tertentu yaitu meletakkan norma-norma bagi tindakan yang harus dilakukan orang.
Objek ilmu pengetahuan hukum adalah sifat normatif yang diciptakan hukum yaitu : sifat keharusan untuk melakukan suatu perbuatan sesuai dengan peraturan hukum. Jadi pokok persoalan ilmu pengetahuan hukum adalah : Norma hukum yang terlepas dari pertimbangan-pertimbangan semua isinya baik dari segi etika maupun sosiologis. Karena itu ajarannya disebut dengan Ajaran Hukum Murni (Reine Rechtslehre)
Dinyatakan oleh Kelsen bahwa Hukum adalah sama dengan negara. Suatu tertib hukum menjadi suatu negara apabila tertib hukum itu sudah menyusun suatu badan-badan atau lembaga-lembaga guna menciptakan dan mengundangkan serta melaksanakan hukum. Dinamakan tertib hukum, apabila ditinjau dari sudut peraturan-peraturan yang abstrak. Dinamakan negara, apabila objek diselidiki adalah badab-badan atau lembaga-lembaga yang melaksanakan hukum, Setiap perbuatan hukum harus dapat dikembalikan pada suatu norma yang memberi kekuatan hukum pada tindakan manusia tertentu itu.
Konstitusi menurut Kelsen kekuatan hukumnya berasal dari luar hukum. Yaitu dari hypotese atau grundnorm yang pertama kali, maka kalau grondnorm itu telah diterima oleh masyarakat harus ditaati.
Jadi Ilmu Pengetahuan hukum menyelidiki :
1. Tingkatan Norma-norma.
2. Kekuatan berlakunya dari tiap norma yang bergantung dari hubungan yang logis dengan norma yang lebih tinggi, sampai akhirnya pada suatu hypothese yang pertama.
Hyphothese yang pertama bersifat abstrak - Konkrit.
Abstrak
Konkrit
Pandangan Kelsen tentang tata hukum sebagai suatu bangunan norma-norma yang disusun secara hierachis disebut : Stufenbau teori. Menurut teori ini, karena ada ikatan asas-asas hukum, hukum menjadi suatu sistem, ilmu hukum memenuhi syarat sebagai ilmu dengan obyek yang bisa ditelaah secara empirik, dengan analisa yang logis rational. Yang menjadi obyek studi adalah hukum positif.
Hans Kelsen (General Theory of Law and State), mengatakan bahwa grundnorm nya adalah suatu sains, dan dia menyatakan dirinya sibagai positivist, padahal dengan cara dia menerangkan tentang grundnorm, menunjukkan bahwa dia telah berfilsafat. Kelsen memulai teorinya dengan Ground Norm atau yang dikenal dengan hukum dasar, yang intinya bersifat dasar-dasar hukum seperti keadilan, keseimbangan, perlindungan. Semua itu merupakan konteks filsafat.
C. HUKUM SEBAGAI SISTEM NORMA
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem Norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen meyakini David Hume yang membedakan antara apa yang ada (das sein) dan apa yang “seharusnya”, juga keyakinan Hume bahwa ada ketidakmungkinan pemunculan kesimpulan dari kejadian faktual bagi das solen. Sehingga, Kelsen percaya bahwa hukum, yang merupakan pernyataan-pernyataan “seharusnya” tidak bisa direduksi ke dalam aksi-aksi alamiah. Kemudian, bagaimana mungkin untuk mengukur tindakan-tindakan dan kejadian yang bertujuan untuk menciptakan sebuah norma legal? Kelsen menjawab dengan sederhana ; kita menilai sebuah aturan “seharusnya” dengan memprediksinya terlebih dahulu. Saat “seharusnya” tidak bisa diturunkan dari “kenyataan”, dan selama peraturan legal intinya merupakan pernyataan “seharusnya”, di sana harus ada presupposition yang merupakan pengandaian.
Hans Kelsen berpendapat, bahwa suatu norma dibuat menurut norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi ini pun, dibuat menurut norma yang lebih tinggi lagi, dan demikian seterusnya sampai kita berhenti pada norma yang tertinggi yang tidak dibuat oleh norma lagi, melainkan ditetapkan terlebih dahulu keberadaannya oleh masyarakat atau rakyat. Hans Kelsen menamakan norma tertinggi tersebut sebagai Grundnorm atau Basic Norm (Norma Dasar), dan Grund Norm pada dasarnya tidak berubah-rubah. Grundnorm disebut juga sebagai “cita hukum”, seperti cita hukum bangsa Indonesia yaitu, Pancasila yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945.
Untuk mengatakan bahwa hukum sebagai suatu sistem norma, maka Hans Kelsen menghendaki agar obyek hukum bersifat empiris dan dapat ditelaah secara logis, sedangkan sumber yang mengandung penilaian etis diletakkan di luar kajian hukum atau bersifat tanceden terhadap hukum positif, dan oleh karenanya kajiannnya bersifat meta-yuridis.
Dengan adanya Grundnorm atau Basic Norm ini, maka Hans Kelsen mengatakan bahwa Basic Norm`s as the source of validity and as the source of unity of legal system. Melalui Grundnorm inilah semua peraturan hukum itu disusun dalam satu kesatuan secara hirarkhis, dan dengan demikian ia juga merupakan suatu sistem. Grundnorm merupakan sumber nilai bagi adanya sistem hukum, sehingga ia merupakan “bensin” yang menggerakkan seluruh sistem hukum. Di samping itu Grundnorm, menyebabkan terjadinya keterhubungan internal dari adanya sistem. Sedangkan terminologi “norma” itu sendiri, oleh Hans Kelsen, diartikan sebagai the expression of the idea...that a individual ought to behave in a certain way. Fungsi norma adalah commando, permissions, authorizations and derogating norms.
Hukum positip hanyalah perwujudan dari adanya norma-norma dan dalam rangka untuk menyampaikan norma-norma hukum. Hans Kelsen mengatakan...every law is norm.... Perwujudan norma nampak sebagai suatu bangunan atau susunan yang berjenjang mulai dari norma positip tertinggi hingga perwujudan yang paling rendah yang disebut sebagai individual norm. Teori Hans Kelsen ini, membentuk bangunan berjenjang tersebut disebut juga stufen theory. Norma-norma yang terkandung dalam hukum positif harus dapat ditelusuri kembali sampai pada norma yang paling dasar yaitu Grundnorm. Oleh karena itu, dalam tata susunan norma hukum tidak dibenarkan adanya kontradiksi antara norma hukum yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi, agar keberadaan hukum sebagai suatu sistem tetap dapat dipertahankan, maka ia harus mampu mewujudkan tingkat kegunaan (efficaces) secara minimum Efficacy suatu norma ini dapat terwujud apabila;
1. Ketaatan warga dipandang sebagai suatu kewajiban yang dipaksakan oleh norma
2. Perlu adanya persyaratan berupa sanksi yang diberikan oleh norma.
Sebagai oposisi dari norma moral yang merupakan deduksi dari norma moral lain dengan silogisme, norma hukum selalu diciptakan melalui kehendak (act of will). Sebagaimana sebuah tindakan hanya dapat menciptakan hukum, bagaimana pun, harus sesuai dengan norma hukum lain yang lebih tinggi dan memberikan otorisasi atas hukum baru tersebut. Kelsen berpendapat bahwa inilah yang dimaksud sebagai Basic Norm yang merupakan presupposition dari sebuah validitas hukum tertinggi.
Kelsen sangat skeptis terhadap teori-teori moral kaum objektivis, termasuk Immanuel Kant. Kelsen juga tidak mengklain bahwa presupposition dari Norma Dasar adalah sebuah kepastian dan merupakan kognisi rasional. Bagi Kelsen, Norma Dasar adalah bersifat optional. Senada dengan itu, berarti orang yang percaya bahwa agama adalah normatif maka ia percaya bahwa “setiap orang harus percaya dengan perintah Tuhan”. Tetapi, tidak ada dalam sebuah nature yang akan memaksa seseorang mengadopsi satu perspektif normatif.
Kelsen mengatakan bahkan dalam atheisme dan anarkhisme, seseorang harus melakukan presuppose Norma Dasar. Meskipun, itu hanyalah instrumen intelektual, bukan sebuah komitmen normatif, dan sifatnya selalu optional.
C. NILAI NORMATIF HUKUM
Nilai normatif Hukum bisa diperbandingkan perbedaannya dengan nilai normatif agama. Norma agama, sebagaimana norma moralitas, tidak tergantung kepada kepatuhan aktual dari para pengikutnya. Tidak ada sanksi yang benar-benar langsung sebagaimana norma hukum. Misalnya saja ketika seorang lupa untuk berdoa di malam hari, maka tidak ada instrumen langsung yang memberikan hukuman atas ketidakpatuhannya tersebut.
Validitas dari sistem hukum bergantung dari paktik-pratik aktualnya. Dikatakannya bahwa “perturan legal dinilai sebagai sesuatu yang valid apabila normanya efektif (yaitu secara aktual dipraktikkan dan ditaati)”. Lebih jauh lagi, kandungan sebenarnya dari Norma Dasar juga bergantung pada keefektifitasannya. Sebagaimana yang telah berkali-kali ditekankan oleh Kelsen, sebuah revolusi yang sukses pastilah revolusi yang mampu merubah kandungan isi Norma Dasar.
Perhatian Kelsen pada aspek-aspek normatifitasan ini dipengaruhi oleh pandangan skeptis David Hume atas objektifitasan moral, hukum, dan skema-skema evaluatif lainnya. Pandangan yang diperoleh seseorang, utamanya dari karya-karya akhir Hans Kelsen, adalah sebuah keyakinan adanya sistem normatif yang tidak terhitung dari melakuan presuppose atas Norma Dasar. Tetapi tanpa adanya rasionalitas maka pilihan atas Norma Dasar tidak akan menjadi sesuatu yang kuat. Agaknya, sulit untuk memahami bagaimana normatifitas bisa benar-benar dijelaskan dalam basis pilihan-pilihan yang tidak berdasar.
D. HUKUM DALAM PERSFEKTIF ISLAM
Dalam Islam, hukum selalu bersumber pada aturan hukum yang sudah ditetapkan oleh pembuat hukum tertinggi yaitu Alloh, SWT yang Maha Adil. Terdapat dalam surat, diantaranya surat An Nisa (4) : 59 ;
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Sumber hukum Islam diantaranya secara berurutan adalah :
a. Al Quran
b. As Sunnah (Al hadits)
c. Ijtihad
i. Ijmak
ii. Qiyas
iii. Istidal (menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan)
iv. Al masalih al mursalah (berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum).
v. Istihsan (cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial)
vi. Istishab (menetapkan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya)
vii. Urf (adat istiadat yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi msyarakat yang bersangkutan).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Hans Kelsen ingin memurnikan hukum dari unsur-usnur pikiran yang filosofis-metafisis, dan ingin memusatkan perhatianya pada teori hukum yang abstrak dengan maksud untuk memperoleh Ilmu pengetahuan hukum yang murni. Pandangan Kelsen tentang tata hukum sebagai suatu bangunan norma-norma yang disusun secara hierachis yang disebut Stufenbau teori. Menurut teori ini, karena ada ikatan asas-asas hukum, hukum menjadi suatu sistem, ilmu hukum memenuhi syarat sebagai ilmu dengan obyek yang bisa ditelaah secara empirik, dengan analisa yang logis rational. Yang menjadi obyek studi adalah hukum positif.
Hukum positip, menurut Hans Kelsen, harus dipahami sebagai suatu sistem norma. Pemahaman ini penting artinya untuk mencegah terjadinya kontradiksi atau pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang lebih rendah, sehingga hukum dapat berguna bagi masyarakat. Norma-norma yang terkandung dalam hukum positif harus dapat ditelusuri kembali sampai pada norma yang paling dasar yaitu Grundnorm.
B. SARAN
Menurut teori hukum murni tersebut, aturan hukum harus selalu berdasarkan kaidah yang lebih tinggi yang akhirnya sampai pada Grundnorm, yang intinya bersifat dasar-dasar hukum seperti keadilan, keseimbangan, perlindungan, dan lain-lain. Hans Kelsen mengatakan bahwa hal itu berada di luar ilmu hukum. Oleh karena itu, para penegak hukum, terutama hakim, dalam bekerja menegakkan hukum sebaiknya bukan hanya sebagai corong undang-undang saja, tetapi harus memperhatikan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Grundnorm.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Ahmad Tafsir. Filsafat Umum. Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Remajarosdakarya. Bandung. 2004.
Esmi Warassih. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. PT. Suryandaru Utama. Semarang. 2005.
E.Utrecht/M.Saleh D. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Sinar Harapan. Jakarta.1989.
Herman Soewardi. Roda Berputar Dunia Bergulir. Kognisi Baru Tentang Timbul tenggelamnya Sivilisasi. Bandung. 2009.
M. Daud Ali. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Rajagrafindo Persada. Jakarta. 2006.
Mochtar K & Arief S. Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum. Alumni. Bandung. 2000.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Al Qur`anul Karim dan terjemahan dalam Al Qur`an Digital.
C. Internet
Nicoletta Bersier Ladavac. “Hans Kelsen (1881 - 1973) Biographical Note and Bibliography” .http://www.ejil.org/journal/Vol9/No2/art11 .html, diakses tanggal 20 Desember 2009 jam 11.30 AM
Stanford Encyclopedia of Philosophy. The Pure Theory of Law.
www.wikipedia.com, diakses tanggal 20 Desember 2009 jam 12.00 AM
Friend
Senin, 18 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
bagus jeng, dosen kesehatan namun bisa menerangkan teori hukum secara gamblang, saya malu jadinya yang notabene mahasiswa hukum itu sendiri
BalasHapusterima kasih, maaf baru dibales, masih belajar
Hapus